Rabu 24 Aug 2016 04:53 WIB

Paspor Palsu Filipina, Taruhan Nyawa, dan Perjalanan Berbahaya Jamaah Haji

Jamaah Haji Indonesia dan Malaysia dibawa otoritas Bandara International Passay City - Manila Selatan karena menggunakan paspor palsu Filipina menuju Arab Saudi (EPA/Manila International Airport Media Affair)
Foto:
Perjalanan kafilah rombongan jamaah haji meninggalkan kota Makkah menuju padang Arafah pada tahun 1935. (Source:gahetna.nl)

Minat berhaji orang Indonesia memang luar biasa. Antrean sudah begitu panjang. Jumlah yang mengantre sudah mencapai 2,5 juta orang. Tahun antrean pun dibanyak wilayah sudah mencapai 20 tahun.

Akibat panjangnya antrean berhaji, maka berbagai cara ditempun agar bisa menunaikan ibadah rukun Islam yang kelima ini. Bukan rahasia bila banyak jamaah haji berangkat dari negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, dan yang terakhir ‘tercium’ dari Filipina. Pendek kata, berbagai cara ditempuh asal bisa berhaji, tak peduli berangkat dari negara mana.

Mengacu pada kajian Martin van Bruinessen ‘Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji’ semenjak dahulu minta pergi haji orang asal Nusantara (Indonesia,red) tetap tinggi. Bahkan, di antara seluruh jemaah haji, orang Nusantara selama satu setengah abad  terakhir merupakan proporsi yang sangat menonjol. Pada akhir abad ke-19 dan  awal abad ke-20, jumlah mereka berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh  haji asing, walaupun mereka datang dari wilayah yang  lebih jauh daripada yang lain. Malah pada dasawarsa 1920-an sekitar 40 persen dari seluruh haji berasal dari Indonesia.

Orang Indonesia yang tinggal bertahun-tahun atau menetap di  Makkah pada zaman itu juga mencapai jumlah yang cukup berarti. Di antara semua bangsa yang berada di Makkah, orang 'Jawah' (Asia Tenggara) merupakan salah satu kelompok terbesar.

Sekurang-kurangnya sejak tahun 1860, bahasa Melayu merupakan bahasa kedua di Makkah, setelah bahasa Arab.

Kita tidak mempunyai data statistik mengenai jamaah haji Indonesia abad-abad  sebelumnya. Sebelum munculnya kapal api jumlah mereka pasti lebih sedikit, karena perjalanan dengan kapal layar cukup berbahayadan makan waktu lama sekali. Namun bagi umat Islam Indonesia ibadah haji sejak lama mempunyai peranan amat penting. Ada kesan bahwa orang Indonesia lebih mementingkan haji daripada banyak bangsa lain, dan bahwa penghargaan masyarakat terhadap para haji memang lebih tinggi. Keadaan ini mungkin dapat dikaitkan dengan budaya tradisional Asia Tenggara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement