Kamis 01 Sep 2016 04:51 WIB

Suharto, Natsir, dan Mengenang Pemulangan Jenazah Bung Tomo dari Makkah

Istri Bung Tomo, Ny Sulistina Sutomo.
Foto:
Pementasan drama kolosal Surabaya Membara sebagai peringatan Hari Pahlawan pada 10 November.

Setahun yang silam, yakni pada waktu terjadinya musibah robohnya crane di Masjidil Haram dan terjadinya tubrukan jamaah saat melakukan lempar jumrah di Mina, di publik muncul pertanyaan: apakah ada perlakuan khusus bagi jamaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi?

Jawabnya memang dipastikan: tidak ada sama sekali! Semua jamaah haji yang meninggal pasti langsung dimakamkan di sana.

Tapi, dari semua itu tentu saja ada pengecualian. Pengecualaian itu ternyata hanya terjadi pada satu orang yang mana itu adalah seorang warga negara Indonesia.

Lalu siapa orangnya? Tak lain dan tak bukan orang itu adalah penggerak perlawanan rakyat Surabaya ketika melawan penjajah Belanda yang saat itu membonceng bala tentara Inggris pada masa perang kemerdekaan, yakni Bung Tomo!

Nama tokoh satu ini selalu disebut ketika peringatan Hari Pahlawan. Pidatonya yang menggelegar dengan berulang kali memekikkan takbir kini sudah diunggah ratusan ribu kali ke Youtube.

Di akhir pidato yang lantang bergelora, Bung Tomo melalui corong RRI Surabaya menjelang 10 November 1945 dengan suara lantang menegaskan: ''Dengarlah ini jawaban kita rakyat Surabaya ... Selama banteng-banteng Indonesia masih memiliki darah merah yang dapat membahasi kain putih, merah dan putih, maka selama itu tidak kita tidak akan menyerah kepada siapa pun. Merdeka atau mati. Allahuakbar ... Allahuakbar ... Allahuakbar ...!''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement