Kamis 01 Sep 2016 04:51 WIB

Suharto, Natsir, dan Mengenang Pemulangan Jenazah Bung Tomo dari Makkah

Istri Bung Tomo, Ny Sulistina Sutomo.
Foto:
Seorang petugas menyiapkan tenda di Arafah.

Nah, ketika sedang mengenangkan sosok Bung Tomo, tiba-tiba melintas di dekat kami sesosok pria mungil berkulit kuning langsat, Bambang Sulistomo. Dia mantan aktivis gerakan mahasiswa. Sewaktu zaman Malari tahun 1974, dia dimasukkan ke dalam bui oleh rezim Soeharto bersama para mahasiswa yang saat itu menentang masuknya modal asing asal Jepang. Yang cukup istimewa, Mas Tom adalah putra Bung Tomo yang legendaris itu.

''Makam aslinya Bapak berada di belakang rumah sakit di dekat Arafah. Setelah dipulangkan ke Tanah Air, Bapak dimakamkan kembali di sebuah permakaman umum di Surabaya. Bapak meninggal pada 7 Oktober 1981 di usia 61 tahun,'' lanjut Bambang ketika menceritakan kenangannya tentang posisi makam sang ayah.

Menurut dia, beberapa saat setelah tersebar kabar bahwa Bung Tomo wafat saat menjalankan ibadah haji, pada saat itu pula kabar tentang kencangnya tarik ulur usaha pemulangan jenazah Bung Tomo sangat seru di media massa. Media massa seperti Majalah Panji Masyarakat dan Harian Pelita selalu memberitakannya setiap kali terbit.

Adanya tarik ulur terhadap proses pemulangan jenazah tersebut menjadi menarik karena saat itu Bung Tomo terkenal sebagai sosok yang sangat kritis terhadap kebijakan rezim Orde Baru. Beberapa tahun sebelum wafat, pada 11 April 1978, ia sempat ditangkap dan dipenjara karena menyatakan kebijakan Presiden Soeharto melenceng. Garis politik Bung Tomo saat itu searah dengan sikap para tokoh senior pendiri Republik Indonesia yang beberapa tahun setelah dia meninggal kemudian mendirikan Kelompok Petisi 50.

''Bapak wafat ketika tengah berhaji. Sebelum wafat, dia mengeluh sesak napas'' lanjut Bambang kembali.

Dia kemudian menuturkan, setelah media massa memberitakannya, ternyata faktanya kemudian sama sekali tak disangkanya. Presiden Suharto ternyata berperan besar sehingga jenazah bisa dipulangkan ke Tanah Air.

Seingat Bambang, kala itu Presiden Suharto memerintahkan para petinggi negara untuk mengusahakan pemulangan jenazah Bung Tomo.

''Seingat saya, Pak Moerdiono dan Pejabat Sekretaris Militer Presiden Syaukat Banjaransari, sangat banyak membantu. Tentu saja ada peran yang sangat besar dari Pak Natsir selaku ketua Rabithah Al-Islami,'' kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement