IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, Pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) memberlakukan pajak pertambahan nilai (VAT) sebesar lima persen. Kebijakan ini pun dinilai akan berdampak pada pelayanan dan biaya ongkos haji di Indonesia.
Koordinator Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu mengaku belum mengetahui secara rinci terkait kebijakan tersebut. Karena itu, kata dia, pihaknya masih menunggu kebijakan yang akan dikeluarkan dari Kementerian Agama.
Namun, menurut dia, jika pun nantinya akan berdampak pada kenaikan ongkos haji tidak mungkin untuk ditutupi dengan dana optimalisasi haji. Karena, pada prinsipnya pajak di Arab Saudi dibayarkan oleh jamaah haji.
"Prinsipnya kalau pajak itu penjualan atau PPN itu yang bayar adalah yang bersangkutan (Jamaah haji). Misalnya Anda menginap di hotel, kenak PPN kan bayar sendiri. Kalau anda beli makanan, kenak PPN Anda bayar sendiri," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (4/1).
Anggito mengatakan, yang menentukan layanan atau besarnya ongkos haji di Indonesia adalah Kementerian Agama, sehingga pihaknya masih menunggu kajian yang akan dilakukan oleh Kemenag. "Belum tahu saya. Kebijakannya juga belum tahu. PPN itu dari harga pokoknya atau dari harga jualnya atau harga layanannya kan belum tahu. Dan yang menentukan pelayanan itu kan bukan BPKH tapi Kemenag. Kami sih ikut kebijakan Kemenag saja," ucapnya.
Seperti diketahui, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mulai memberlakukan pajak pertambahan nilai (VAT) untuk pertama kalinya pada awal tahun ini. Mayoritas barang mewah dan jasa akan dikenakan VAT sebesar lima persen di sana.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, kebijakan tersebut akan berdampak pada pelayanan jamaah haji dan umrah. Menurut dia, akan adanya penyesuaian terkait harga yang ditetapkan Arab Saudi selama ini. Karena, saat ini Kemenag sedang melakukan kajian, sehingga kenaikan pajak tersebut tidak sampai memberatkan jamaah haji Indonesia.
"Kami sekarang sedang menghitung khusus terkait dengan haji agar kenaikannya itu betul-betul pada ambang batas yang masih bisa ditoleransi, yang rasional, jangan sampai kenaikannya itu pada akhirnya memberatkan para Calhaj kita," katanya Lukman, Rabu (3/1) kemarin