Jumat 20 Dec 2019 21:25 WIB

Sapuhi Jelaskan Praktik Nakal Oknum Penyelenggara Umrah

Praktik nakal penyelenggaraan umrah dilakukan sejumlah oknum.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (SAPUHI) - Syam Resfiadi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (SAPUHI) - Syam Resfiadi

IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Tingginya minat masyarakat terhadap ibadah umrah memicu biro perjalanan wisata (BPW) yang belum memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) memberangkatkan jamaah umrah. Bahkan  masih banyak PPIU nakal karena memberikan fasilitas kepada BPW memberangkatkan jamaah umrah. 

Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi, mengatakan PPIU nakal yang dimaksud itu ialah yang melanggar ketentuan dalam perundang-undangan. PPIU seperti inilah harus ditindak Kementerian Agama sebagai regulator.

Baca Juga

"PPIU yang punya izin provider visa menjual kepada yang BPW begitu juga BPW belum punya izin tetap ingin berjualan karena itu menjadi nafkah juga," kata Syam saat berbincang dengan Republika.co.id, Jumat (20/12). 

Syam yang juga Presiden Direktur PT Patuna Makar Jaya menuturkan, selama ini antara BPW dan provider visa saling membutuhkan demi dapat menjalankan bisnis umrah. 

Sehingga akhirnya jual beli paket umrah yang terlarang itu sering terjadi dilakukan antara BPW dan provider visa. "Ketika ada kebutuhan, aturan apapun yang dibuat manusia pasti ada kelemahannya pasti ada yang melanggaar," katanya.  

Untuk itu, kata dia, pemerintah selaku regulator harus dapat memastikan pengawasan di lapangan baik secara online dan offline berjalan dengan baik. Pemerintah harus bisa mendeteksi praktik-praktik jual beli paket umrah dengan cara-cara yang melanggar aturan. 

"Awasi pelaksanaannya. Implementasi dari undang-undang akan jadi ukuran keberhasilan. Apakah diterapkan oleh para pelaku atau masih dilanggar pelaku. Ini yang masih banyak beredar di Indonesia," katanya 

Syam memastikan pelanggaran tehadap bisnis umrah dan haji khusus, tidak hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi terjadi juga di negara-negara lain. Pelanggaran juga tidak hanya sekedar PPIU tidak bisa berangkatkan, akan tetapi PPIU menjual paket umrah kepada BPW.  

"Dan ini ternyata bukan hanya di Indonesia di negara manapun yang banyak umrahnya sama persoalannya, sebenarnya hanya berbeda-beda karakternya bahkan boleh dibilang negara lain itu lebih parah dibanding Indonesia," katanya.  

Hal itu, kata dia, terbukti jika kasus-kasus umrah maupun haji ini terkait dengan masalah lain, yakni masalah ticketing seperti yang disampaikan organisasi International Air Transport Association (IATA).  

"IATA Asia Pacific ini menilai kalau banyak negara-negara di Asia ini yang masih melakukan kesalah-kesalahan yang notabane terkumpul, terlacak semua itu terkait dengan pergerakan perjalanan umrah," katanya. 

Inilah yang pada akhirnya Syam berpendapat bahwa, badan dunia saja atau organisasi dunia kewalahan mengantisipasi kelemahan atau kejadian negatif yang ada di dunia umrah haji ini. Begitu juga dengan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama juga kewalahan mengantisipasi masalah ini.   

Saat ini kata dia, pengawasan online yang dilakukan Departemen Agama atau Kemenag belum maksimal. Dia memperkirakan baru 80 persen PPIU yang melakukan penggunaan secara online dan melaporkan kegiatan penyelenggaraan umrah ke Siskopatuh.  

"Kalau hanya melaporkan sebagian saja juga itu kesalahan yang dilakukan PPIU. Hampir semua bidang, pemain umrah haji ini memiliki travel-travel yang masih bermasalah," katanya.   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement