REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Haji, Ade Marfuddin Rabithah memandang, momentum pembatalan calon jamaah haji Indonesia sebaiknya bisa menjadi kesempatan bebenah semua pihak. Utamanya, untuk meningkatkan pembinaan yang komprehensif pada jamaah dan lembaga lain terkait haji.
"Jamaah, KBIH dan lembaga lain sebaiknya saling membina agar ada sinergi satu sama lain,’’ ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (29/6).
Sinergi yang dimaksud ibadah haji bukan hanya tanggung jawab kelompok, tetapi sudah menjadi tugas nasional. Di dalam ranah nasional itu ada banyak pihak yang terdiri dari masyarakat, wadah pendidik lainnya, termasuk negara sebagai pemberi regulasi.
Dia tak menampik, setiap tahun ibadah haji memang kerap dievaluasi, termasuk pelayanan yang semakin baik. Namun dia menegaskan, ada ruh ibadah yang harus dibina dan diperbaiki secara mendalam.
"Ruh ibadah itu memang dari individu. Kita sudah punya komposisi dan maping para calon haji," kata dia.
Menurut dia, dari mayoritas calon haji itu, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, selain dari pendidikan dan umur untuk diberi arahan terkait pendidikan haji. Pengetahuan ibadah haji calon jamaah masih belum bisa disamaratakan.
"Banyak jamaah yang belum sampai ke substansi ibadah. Padahal 90 persen ibadah haji ini kaya akan makna simbolik," kata dia.
Menurutnya, pembinaan komprehensif yang dimaksud adalah untuk meningkatkan pemahaman calon haji. Sehingga, jamaah tidak hanya mendatangkan fisiknya ke Baitullah dan mengikuti apa yang dilakukan pembimbingnya.
"Waktu panjang ini sebaiknya menjadi ranah pembinaan yang komprehensif. Harus dibongkar makna substansi pelaksanaan haji,’’ kata dia.
Dia menambahkan, UU 13 Tahun 2008 dan UU 8 Tahun 2019 terkait haji, juga seharusnya menjadi acuan pada seluruh proses yang menyangkut haji.