Selasa 10 Aug 2021 12:00 WIB

Siti Walidah Sang Modernis Penggerak Perempuan (II-Habis)

Nyai Ahmad Dahlan berpandangan bahwa spirit Islam mampu mendorong kemajuan perempuan.

logo
Foto:

Sejak 1942, pemerintah kolonial lenyap digantikan oleh pendudukan Jepang. Awalnya, kehadiran pasukan Negeri Matahari Terbit disambut gegap- gempita. Namun, terkuak kemudian dalih mereka untuk menguasai bumi nusantara dan penduduknya agar mendukung upaya Jepang me me nangkan Perang Asia Timur Raya. Dengan begitu, nasib rakyat pribumi tetap menderita dan bahkan lebih buruk lagi. 

`Aisyiyah mengalami situasi surut.Nyai Ahmad Dahlan, seperti halnya para tokoh lain, dilarang meng hi dupkan organisasi yang ada sejak 1943.Memang, Muhammadiyah tetap di izinkan beroperasi, tetapi dengan beberapa syarat, antara lain, tidak boleh mengor ganisasi kaum perempuan dan pemuda sebagaimana yang dilakukan Fujinkai dan Seinendan bentukan Jepang.

Nyai Ahmad Dahlan harus ber juang keras. Hegemoni Jepang sudah sedemikian beratnya. Apalagi, mereka mulai mewajibkan murid-murid sekolah Muhammadiyah untuk me nun dukkan sembah pada matahari terbit, sebuah prosesi untuk menghormati kaisar Jepang. Istri KH Ahmad Dahlan ini melarang anak didiknya melakukan hal demikian. Dia pun kerap didatangi tentara Jepang, tetapi tidak pernah mau ditemuinya.

Sesudah zaman Jepang, rakyat dan pemimpin Indonesia berjuang di segala lini, mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang datang hendak menjajah kembali. Nyai Ahmad Dahlan dengan organisasi-or ganisasi binaannya ikut berkontribusi dalam perjuangan ini. Demikianlah riwayatnya hingga dia menghembuskan napas terakhir pada 31 Mei 1946 di Kauman, Yogyakarta. Melalui SK Presiden RI tertanggal 22 September 1971, sosok Nyai Ahmad Dahlan dianugerahi gelar pahlawan nasional.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement