Kamis 03 Feb 2022 08:10 WIB

Hari Hijab Sedunia: Cerita Hijab di Barat

Ada stereotip yang menggambarkan hijab sebagai bentuk penindasan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Muslimah
Foto:

Muslim pertama adalah Salsabil, pendiri SE Interiors di Edinburgh. Wanita berusia 30 tahun ini menyebut ketika berusia 11 tahun, ia dan keluarga pindah ke kota lain dan merasa itu adalah waktu yang tepat untuk mengenakan jilbab.

"Kakak perempuan dan ibu saya adalah panutan yang hebat. Yang saya inginkan hanyalah terlihat seperti mereka," ucap dia.

Berpakaian sopan bagi dirinya adalah perjalanan yang panjang. Tetapi, kecintaannya pada desain interior dan fashion membuat ia lebih percaya diri mengenakan jilbab, dengan cara yang benar-benar mewakili dirinya.

"Mengenakan jilbab tidak pernah menjadi perjalanan yang mudah, tetapi saya suka dan itu selalu menjadi pengingat identitas dan cinta yang saya miliki untuk agama saya,” lanjutnya.

Perempuan lainnya adalah Amina, seorang akademisi dan pendiri The Page Doctor di London. Tahun ini, ia merayakan satu dekade sebagai wanita Muslim berhijab.

Seiring tumbuh dewasa, ia melihat sang ibu mengenakan jilbab tanpa penyesalan. Karena itu, ia tahu suatu hari dirinya juga akan mengenakan jilbab.

"Ketika saya memulai gelar master, secara spontan saya memutuskan mengenakan jilbab dan tidak pernah menoleh ke belakang. Bagi saya, hijab adalah identitas saya. Di dunia akademis, saya sering menjadi satu-satunya wanita berhijab di ruangan itu," ucap dia.

Jilbab bagi wanita berusia 30 tahun ini adalah pengingat diri tentang moral dan cara hidup yang ia pilih untuk dijalani. Sekarang, ia melihat jilbab lebih dari sekedar barang fisik yang menutupi rambut, tetapi faktor penentu siapa dirinya dan apa yang ia perjuangkan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement