Kamis 03 Feb 2022 08:10 WIB

Hari Hijab Sedunia: Cerita Hijab di Barat

Ada stereotip yang menggambarkan hijab sebagai bentuk penindasan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Muslimah
Foto:

Bagi Farrah, hubungannya dengan hijab tidak pernah berjalan lurus, begitu pula pengalamannya menuju Islam. Ia tidak memakai jilbab, sehingga tidak mudah dikenali sebagai seorang Muslim.

Wanita berusia 40 tahun ini menyebut kebanyakan orang-orang yang bekerja dengannya baru mengetahui jika ia seorang Muslim jika ia mengatakan harus pergi untuk sholat, atau ketika ia sedang berpuasa.

"Kebanyakan orang terkejut. Pertanyaan pertama yang mereka ajukan adalah 'Mengapa kamu tidak memakai hijab?'," ujar wanita yang tinggal di Birmingham ini.

Ia menyebut pengalaman pertamanya berhijab terjadi ketika berusia 12 atau 13 tahun. Kala itu, ia diinstruksikan oleh sang ayah untuk mengenakan jilbab.

Ia memberontak, karena hal itu benar-benar asing baginya. Ia selama ini pergi ke sekolah Katolik, memasang poster boyband di dinding kamar dan bahkan tidak pernah berdiskusi tentang Islam atau hijab. Memakai hijab baginya terasa tidak benar.

Akhirnya, Farrah menemukan Islam sendiri di usia 20-an. Kedalaman ilmu dan kecintaannya akan agama membutuhkan waktu dan baginya untuk membangun fondasi yang kokoh. 

"Hal paling terakhir yang ingin saya lakukan adalah cepat mengenakan jilbab dan kemudian dengan cepat melepasnya. Bagaimanapun, hijab memiliki arti yang lebih luas dalam Islam; itu tidak hanya ditentukan oleh pakaian sederhana, itu mencakup perilaku untuk pria dan wanita," ucapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement