Ahad 07 Jun 2015 17:37 WIB

BPIH Dinilai tak Transparan, Rabithah Haji Indonesia: Apa Pemerintah Tega

Rep: c30/ Red: Agung Sasongko
Situs Suci umat Islam, Kabah, tempat menunaikan ibadah haji dan umrah.
Foto: Reuters
Situs Suci umat Islam, Kabah, tempat menunaikan ibadah haji dan umrah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Mafruddin menyangsikan hukum ibadah para jamaah haji yang berangkat karena sebagian dana pemberangkatan berasal dari jamaah daftar tunggu. Apalagi peminjaman dana tersebut tidak dikonfirmasi.

“Biayanya sudah tercampur antara yang baik dengan yang subhat dan yang belum jelas kedudukan kehalalannya, akan dipastikan berpengaruh juga dengan nilai ibadahnya,” Kata Ade, Ahad (7/6).

Sebelumnya, Ade menjelaskan pemerintah tidak pernah menyebutkan adanya dana sebesar 3,7 triliun milik jamaah haji yang belum berangkat namun digunakan untuk jamaah yang berangkat pada tahun ini. Menurutnya, sikap seperti ini harus segera dihentikan, dan pemerintah juga diharapkan untuk segera mengatakan kepada para jamaah yang menunggu itu untuk mendapatkan izin dan keridhannya.

“Dana 3,7 triliun ini artinya dana milik jamaah yang belum berangkat, dan secara hukum belum jelas kedudukannya,” ujar Ade menanggapi tindakan pemerintah menggunakan dana jamaah yang menunggu itu.

 

Jika dilakukan perhitungan secara matematika, menurut Ade, tanggungan dana haji bukanlah 33 juta per jamaah, melainkan 50 juta lebih. Ade menjelaskan rinciannya, 2.717 dolar dikalikan 13 ribu (nilai tukar rupiah terhadap dolar) akan ketemu angka 33 juta rupiah, ditambah subsidi uang optimalisasi 3,7 triliun yang kemudian dibagi 155.200 jamaah berarti ada dana sekitar 24 juta per jamaah, artinya ongkos biaya haji ini lebih dari 50 juta.

“Jadi jika dihitung dan dijumlahkan sesungguhnya uang ongkos biaya BPIH secara total bukan 33 juta tapi lebih dari 50 juta, nah ini yang harus dijelaskan kepada masyarakat,” ujarnya.

Ade pun meminta supaya pemerintah jangan membuat gamang dan ragu para jamaah karena menurut dia ini akan berpengaruh pada subtansi ibadah para jamaah. Para jamaah yang sudah mengorbankan segalanya dan siap dengan senang hati berangkat ke Tanah Suci untuk melaksanakan rukun islam nomor lima ini.

"Apa pemerintah tega menyangsikan nilai ibadahnya bila dasarnya saja sudah tidak jelas hukumnya," kata dia. Ade menyayangkan tindakan tersebut.

“Nah ini dana yang 3,7 triliun itu berarti dana orang yang belum berangkat dan secara hukum belum jelas kedudukannya nah ini yang menurut saya perlu transparansi, tidak boleh pemerintah melakukan sebuah kebohongan,” kata Ade.

Jika pemerintah melakukan hal demikian artinya mereka melegalkan BPIH yang telah dibayar oleh jamaah haji antrian tunggu untuk digunakan oleh jamaah yang berangkat tahun ini tanpa izin dan tanpa sepengetahuan mereka.

Seharusnya menurut Ade, pemerintah segera menyampaikan kepada masyarakat untuk meminta ridha dan keikhlasannya bahwa dana yang disimpan di rekening kementrian agama digunakan dan disubsidikan untuk jamaah yang berangkat sebagai wujud ta’awunn atau tolong menolong dalam menanggung beban BPIH pada jamaah yang berangkat tahun 2015 ini.

“Tentu saja hal ini harus dilakukan pemerintah secara terus menerus sampai terjadi akumulasi dana yang tidak lagi saling tutup menutupi kebutuhan jamaah dari setoran awal itu, dan tentu saja supaya para jamaah haji juga tidak ragu lagi dalam menjalankan ibadahnya,” kata Ade

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement