Selasa 15 Sep 2015 18:56 WIB

Bersembunyi dari Baladiah (2-habis)

Hotel Al Jawharah, salah satu pemondokan haji Indonesia di Makkah
Foto: bstatic.com
Hotel Al Jawharah, salah satu pemondokan haji Indonesia di Makkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Puspita dari Tanah Suci

Bukan hanya penghuni tim Media Center Haji (MCH) yang menjadi langganan Andi. Sebagian jamaah juga memesan mi ayam dari Andi ketika membutuhkan makanan khas Indonesia. Awal kedatangan jamaah haji asal Indonesia masuk ke Makkah, khususnya wilayah Syisyah, Andi juga berjualan nasi rames.

Setiap pagi, dia mengantarkan bungkusan nasi rames seharga 5 riyal ke jamaah yang memesan. “Tapi, sudah berhenti. Kasihan istri, capek. Hampir 100 bungkus setiap hari. Masih masak mi ayam. Jadi mendingan fokus jualan mi ayam saja,” ujar Andi. Menurut dia, jualan mi ayam pun sudah menguntungkan.

Tapi, upaya Andi berjualan mi ayam sebenarnya tidak mudah. Dia harus bersembunyi dari petugas keamanan yang semakin sering berkeliling menjelang prosesi ibadah haji pekan depan. “Di sini kalau mau jual makanan harus ada izinnya dari baladiah,” kata Andi.

 

Andi mengatakan pengurusan baladiah tidak mahal. Namun, prosesnya tidak mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Baladiah akan mengecek kelayakan tempat, kebersihan, dan kelayakan makanan.

Tanpa izin dari Baladiah, Andi pun berjualan sembunyi-sembunyi. Dia tidak seperti mukimin lain yang berkeliling menjajakan makanan khas Indonesia. Dia memilih menutup rapat pintu tempat tinggalnya sekaligus mengolah mi ayam.

Cara ini juga karena Andi tidak mau mengulang pengalaman tahun lalu. Pada penyelenggaraan haji 2014, Andi nekat berjualan tanpa Baladiah. Dia menggunakan lahan sempit di belakang hotel milik bosnya. Bahkan, dia mempekerjakan beberapa pekerja untuk membantunya berjualan mi ayam.

Lokasi itu sebenarnya sudah terpencil. Namun, petugas keamanan mengetahui keberadaan ‘rumah makan’ kecilnya. Andi pun diangkut ke kantor polisi karena sudah berjualan tanpa izin. “Dua jam di kantor polisi,” kata dia sembari tertawa.

Andi bisa bebas karena bosnya. Andi mengatakan bosnya tidak pernah melarangnya berjualan atau mencari nafkah tambahan. Karena itu, bosnya juga merasa bertanggung jawab ketika dia ditahan. “Bos saya itu meski kelihatannya seperti itu, tapi hatinya kayak emas,” kata dia.

Mi ayam milik Andi salah satu makanan pelipur rindu kepada Tanah Air. Pada pagi hari, ada juga mukimin yang berjualan nasi kuning, donat, dan onde-onde.

Mereka akan menjajakan makanan itu kepada jamaah yang baru pulang shalat shubuh. Gigitan onde-onde pun seperti saya pulang sebentar ke rumah di Tanah Air.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement