Senin 08 Jan 2018 21:48 WIB

AMPHURI: Pajak Lima Persen tak Berdampak Signifikan

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Firman M Nur.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Firman M Nur.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Zakat dan Pajak Arab Saudi (General Authority of Zakat and Tax/GAZT) menerapkan kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5,0 persen. Hal ini pun dinilai akan berdampak pada biaya penyelenggaraan haji dan umrah.

Menanggapi itu, Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), Firman M Nur, mengatakan, kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) maupun umrah adalah keniscayaan. Karena hal itu adalah kebijakan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang memberlakukan PPN pada komponen transaksi di negara mereka.

Namun demikian, dia menilai, hal itu tidak akan begitu berpengaruh banyak pada kenaikan biaya paket haji dan umrah. "Kita sebagai tamu yang akan datang ke sana mau tidak mau mengikuti kebijakan pemerintah Saudi. Yang jelas kenaikan ini akan berdampak langsung pada biaya perjalanan ibadah haji dan umrah. Namun besarannya kan 5 persen, saya kira tidak akan mengubah banyak signifikan kenaikan di level harga penjualan paket," kata Firman kepada Republika.co.id, Senin (8/1).

Selain itu, Firman mengatakan, kenaikan biaya pada haji dan umrah itu tidak akan berpengaruh pada animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah tersebut. Hal ini terjadi, menurutnya, bila para penyelenggara ibadah haji atau umrah tidak akan membuat kenaikan biaya yang melonjak jauh lebih tinggi dari angka lima persen tersebut.

"Secara akumulatif, kenaikan biaya haji dan umrah itu tidak akan lebih dari 10 persen dari biaya penyelenggaraan haji (BPIH) yang ditetapkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada 2017," ujarnya.

Firman menuturkan, komponen tiket pesawat menyedot sekitar 60 persen dari total biaya umrah. Sedangkan pada haji, dari BPIH senilai Rp 34 juta menyedot hampir 50 persen. Sementara untuk katering dan pemondokan menyedot sekitar 40 persen dari biaya haji.

Dalam hal ini, Firman mengatakan, perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk melakukan negosiasi khusus untuk melobi harga berbagai komponen dalam penyelenggaraan ibadah haji, khususnya bagi haji reguler. Hal itu dikarenakan jumlah jamaah haji yang sangat besar.

Firman juga berharap, masyarakat Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah haji dan umrah tidak menjadikan kenaikan biaya itu sebagai penghalang. Karena sebagaimana diyakini bahwa ibadah haji dan umrah adalah pembuka pintu rezeki.

Yang mana, menurutnya, umat Islam bermunajat untuk mendapatkan berkah, rahmat Allah, dan kemudahan rezeki di tempat di mana doa insya Allah diijabah oleh Allah. Apalagi, kata dia, PPN mau tidak mau ditanggung oleh pengguna langsung, dalam hal ini yang dimaksud adalah calon jamaah haji.

"Masyarakat diharapkan bisa memahami kenaikan biaya tersebut. Namun bagi penyelenggara, diharapkan biaya haji maupun umrah itu harus rasional," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement