Ia menuturkan, masyarakat saat itu akhirnya membangun masjid yang berdiri di tanah wakaf dengan menggunakan dana swadaya dan diarsiteki oleh Schoemaker. Masjid Cipaganti dulu memiliki luas area mencapai 8.000 meter persegi, namun akhirnya menyusut menjadi 2.675 meter persegi. Bangunan terdiri dari masjid, tempat wudhu, halaman masjid, dan kantor.
Zaenal mengatakan pada awal pendirian, bangunan masjid hanya area tengah dan di sekelilingnya adalah gazebo. Namun, pada 1960, di bagian kiri dan kanan masjid diperlebar untuk tempat sholat dan dipermanenkan pada 1977.
"Dulu namanya Masjid Kaum Cipaganti karena (mayoritas) kaum Muslimin setelah jadi perumahan, orang pribumi pindah. Masjid kaum terdiri dari kaum Muslimin," katanya.
Warna bangunan masjid dulu pun, ia mengatakan dominan hijau. Pada masa-masa awal kemerdekaan, ia memperoleh informasi jika Masjid Cipaganti turut digunakan sebagai tempat diskusi para pejuang melawan penjajah Belanda. Terlebih, masyarakat merasa sakit hati dengan kebijakan Belanda yang sempat menghancurkan masjid tersebut.
Beberapa tokoh Indonesia seperti presiden Indonesia pertama Sukarno, almarhum BJ Habibie, dan Presiden Joko Widodo sempat melaksanakan sholat di Masjid Cipaganti. "Sukarno beberapa kali sholat disini, BJ Habibie saat masih menjadi mahasiswa dan Pak Jokowi empat tahun lalu sholat disini saat menjenguk pak Ihin (Solihin GP) di rumah sakit," katanya.