Rabu 09 Feb 2022 21:00 WIB

H Gusti Abdul Muis, Dai Inspiratif dari Borneo (II)

Melalui gerakan Muhammadiyah, Haji Abdul Muis dapat mengembangkan dakwahnya.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Muhammadiyah
Foto:

Sahabat Pak Natsir

Masih di Ibu Kota, Haji Abdul Muis mulai bersentuhan dengan ranah politik. Sejak 1950, ia menjadi legislator Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Posisi itu dipegangnya hingga puncak masa Demokrasi Terpimpin, tepatnya pada 1960.

Pada 1953, alim dari Kalimantan itu mulai bergabung dengan Partai Masyumi. Sebagai salah satu unsur Muhammadiyah, ia juga akrab dengan tokoh-tokoh dari ormas keislaman lainnya, teruta ma yang aktif di partai politik tersebut. Salah satunya ialah Mohammad Natsir.

Seperti dijelaskan dalam buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, H Abdul Muis sangat akrab dengan Pak Natsir. Setiap kali perdana menteri RI (1950-1951) itu mengadakan perjalanan, baik resmi maupun nonresmi, ke Kalimantan, ia selalu menjamunya di rumah. Begitu pula sebaliknya. Tiap bertandang ke Jakarta, ia selalu mengunjungi Pak Natsir di kediaman tokoh Persatuan Islam (Persis) itu.

Pada 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terjadi di Sumatra. Oleh pemerintah pusat, gerakan itu disamakan sebagai tindakan makar. Turut serta dalam jajaran tinggi PRRI ialah sejumlah tokoh Masyumi.

Keadaan itu segera dimanfaatkan musuh politik partai yang berlambang bulan-sabit bintang tersebut. Siapa lagi lawannya kalau bukan Partai Komunis Indonesia (PKI)? Partai berlogo palu- arit itu membujuk Bung Karno untuk mengambil tindakan tegas dan keras terhadap Masyumi.Akhirnya, pada 1960 sang RI-1 mengeluarkan keputusan yang mengharuskan parpol Islam tersebut membubarkan diri. 

Setelah Masyumi bubar, H Abdul Muis cenderung lebih mencurahkan waktunya pada dunia persyarikatan Muhammadiyah dan pendidikan.Hingga tahun 1960, ia sebenarnya tidak hanya berkutat pada Masyumi. Pelbagai jabatan yang pernah didudukinya menggambarkan luasnya cakupan pergaulan sang alim. Di antaranya, ia pernah menjadi wakil ketua Badan Pengurus Besar Gerakan Indonesia di Jakarta pada 1950- 1953. Selain itu, namanya juga termasuk dalam jajaran Pengurus Besar Serikat Buruh Indonesia (SBI) pada 1953-1955.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement