"Saya menyebut metode tersebut dengan istilah bahasa objektif. Yakni, bahasa tanpa gramatika. Seperti bahasa bayi, tak terstruktur, tetapi dapat dipahami orang di sekitarnya. Bahkan, memiliki muatan pesan yang universal, sambung Kiai Nafi'."
Sejak dipimpin Kiai Umar, pesantren ini kian maju. Makin banyak orang tua yang memasukkan anakanaknya ke lembaga tersebut untuk mengaji Alquran dan kitab kuning. Pada 1939, Madrasah Diniyah al-Muayyad berdiri. Beberapa tahun kemudian, berbagai level pendidikan sudah tersedia di sana.
Oleh karena pengajian Alquran menjadi inti pengajaran, Pesantren al-Muayyad akhirnya dikenal sebagai Pondok Alquran. Tentunya, kema syhuran itu merupakan berkah ilmu yang dimiliki Mbah Kiai Umar sebagai penerus ijazah Kiai Moenawwir Krapyak.